Oleh: Ahmad Soim | 13 Juni 2010

TIGA TAHAP MENCETAK PETANI BERDASI MELALUI FEATI

Proyek FEATI adalah program yang dirancang Kementerian Pertanian bersama Bank Dunia untuk mengimplementasikan UU No 16/Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K). Oleh karena itu propinsi dan kabupaten/ kota yang memperoleh proyek ini diharuskan memenuhi syarat tuntutan UU No 16/2006.
Syarat-sayaratnya, jelas Ato Suprapto, Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian, pertama, punya kelembagaan yang sesuai dengan UU No15/2006, yakni Badan Kooordinasi Penyuluhan di tingkat propinsi dan Badan Pelaksana Penyuluhan di tingkat kabupaten dan kota. Kedua, pemda yang mendapatkan program ini menyediakan dana pendamping. Ketiga, menyediakan lahan lebih kurang 2 ha bagi Pemda Kabupaten/kota yang mendapatkan fasilitas dana untuk bangunan kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan. Keempat, BPP yang sudah terbangun segera dioptimalkan oleh Pemda, di antaranya menyambungkan listriknya, mengadakan mebelernya, sarana air dan lainnya.
Pada saat dikumpulkan, semua perwakilan daerah yang akan mendapatkan proyek ini sudah bersedia, namun dalam pelaksanaannya ternyata masih ada propinsi dan kabupaten yang belum memenuhi syarat syarat tersebut, di antaranya Propinsi Jawa Timur, Propinsi Jawa Barat dan Banten belum memiliki Badan Koordinasi Penyuluhan.
Hal itu diketahui dalam evaluasi tengah pelaksanaan FEATI yang dilakukan Bank Dunia. Kementerian Pertanian telah mengirim surat kepada Pemda yang bersangkutan agar selambat=lambatnya pada tanggal 31 Juni 2010 sudah membentuk kelembagaan penyuluhannya. Propinsi Jawa Barat sudah merespon akan segera membuat Badan Koordinasi Penyuluhan sengan Pewraturan Gubernur, demikian pula Bupati Karawang. Yang belum ada tanda-tanda membuat kelembagaan penyuluhan adalah propinsi Jawa Timur dan Banten.
“Bila ternyata pada tanggal 31 Juni 2010, propinsi datau kabupaten/kota tersebut belum juga membentuk kelembagaan penyuluhan sebagaimana yang dimaksud UU No.16/2006 maka dengan terpaksa proyek FEATI di daerah itu dihentikan,” kata Ato Suprapto. Kementerian Pertanian telah menghentikan proyek FEATI di dua kabupaten karena pemdanya belum juga membentuk kelembagaan penyuluhan yakni kabupaten Enrekang dan Goa. Karena penghentian proyek FEATI di Enrekang maka dana Rp 11 miliar untuk wilayah ini hilang. “Setelah Pemda menyadari, kabupaten Enrekang segera membentuk kelembagaan penyuluhan, namun sudah terlambat,” tambahnya.
Tiga TAHAP
Proyek FAETI yang intinya untuk memberdayakan masyarakat tani agar berubah pola pikir, sikap dan keterampilannya dari subsisen menjadi petani modern berwawasan agribisnis melalui pemberdayaan ini akan dilaksanakan dan diperpanjang hingga tahun 2012.
Ada tiga tahap untuk memberdayakan masyarakat tani yang subsisten menjadi masyarakat tani yang modern berwawasan agribisnis. Tahap pertama, pemberdayaan di tingkat petani. Kedua, pemberdayaan di tingkat kelembagaan tani. Ketiga, pemberdayaan usaha tani. Ketiga tahapan ini digarap secara utuh, dan tidak boleh dipisah-pisahkan.
Pada tahap pertama, pemberdayaan di tingkat petani, ditanamkan kepada para petani untuk menerapkan 5 prinsip dasar beragribisnis. Pertama, dimulai dari pasar, Para petani sebelum menentukan komoditi yang akan ditanam, dia terlebih dahulu harus mengetahui kondisi pasar dan kualitas maupun jumlah komoditi tersebut yang diperlukan pasar. Kedua, komoditas yang dipilih untuk dibudidayakan/diolah adalah komoditi yang menguntungkan dibandingkan dengan komoditi lainnya. “Untuk itu harus ada hitung-hitungannya,” tutur Ato Suprapto.
Ketiga, petani harus menjaga kepercayaan jangka panjang dari konsumen. Seringkali petani karena ingin mendapatkan keuntungan yang lebih ia mengoplos kualitas produknya. Contohnya ada petani yang menjual mangga gedong gincu dicampur dengan mangga biasa dengan harga jual yang lebih rendah dari mangga gedong gincu, akibatnya setelah konsumen tahu maka mereka tidak mau membeli produk itu lagi.
Keempat, petani harus mampu membangun kemandirian dan daya saing. Untuk itu petani harus punya semangat untuk terus berusaha maju dan menang di dunia nyatanya, tidak lagi cengeng, sedikit-sedikit selalu meminta bantuan dari pemerintah. Kelima, menjaga dan komit terhadap kesepakatan kemitraan yang telah dibangun.
Setelah mereka memahami prinsip-prinsip dasar beragribisnis itu, maka tahapan keduanya adalah mereka belajar membuat rencana usaha agribisnis. Tahap ini terjadi pada tahun kedua pelaksanaan FEATI. Dalam tahap itu, Penyuluh pendamping berusaha menumbuhkan kelembagaan tani kelompok FMA-nya. Caranya, penyuluh pendamping mengamati para anggota FMA, siapa yang layak jadi pemimpin. Yang layak jadi pemimpin adalah kalau dia bicara dan berpendapat didengar oleh para anggota. Lalu, yang suka mencatat bisa dijadikan sekretaris kelompok taninya. Dengan pola ini maka kelembagaan kelompok tani telah dibentuk dengan partisipatif, tidak lagi dipaksakan dari atas.
Kelompok-kelompok tani yang sudah terbentuk selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kelayakan usaha dan kelayakannya mendapatkan kredit dari perbankan. Ada tiga kelompok, pertama, kelompok yang belum layak usahanya dan belum layak untuk mendapatkan kredit bank. Kedua, kelompok yan sudah layak usahanya namun belum layak untuk mendapatkan kredit bank. Ketiga, kelompok yang usahanya sudah layak dan juga layak untuk mendapatkan kredit dari bank.
Selanjutnya, kelompok-kelompok tani yang sudah baik kemampuannya terus ditingkatkan (Skilling-up) dan bergabung menjadi gapoktan di tingkat kabupaten. Pilihannya bisa berbentuk asosiasi petani tingkat kabupaten, koperasi petani atau perusahaan milik petani. Di kelembagaan tani tingkat kabupaten itu lanjut Ato Suprapto petani sebagai kelompok tani di desa-desa menjadi pemain utamanya. Melalui wadah gapoktan di tingkat kabupaten mereka bisa bermitra dengan perusahaan mitra untuk mendapatkan sarana produksi, mitra dalam pengolahan atau mitra untuk pemasarannya, dan mendapatkan permodalan (bisa dari perbankan).
“Pada tahun ini, tahun 2010, kita targetkan sudah ada cikal bakal gapoktan yang digerakkan FMA di tingkat kabupaten yang sudah bisa berfungsi seperti itu,” tutur Ato Suprapto. Dengan terbentuknya, kelembagaan tani di tingkat kabupaten ini, Ato Suprapto berharap terbentuk entherprenership (usahawan) muda di desa-desa.
Hasil akhir dari proyek FEATI adalah dibangunnya 1000 (seribu) kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), menguatnya peran penyuluh pertanian (PPL), terbentuknya usahawan muda di pedesaan, sehingga ekonomi desa bisa bergerak.
Untuk memberikan dorongan bagi FMA di tingkat desa, Kementerian Pertanian berharap Bupati atau Walikota bisa mengadakan lomba tingkat kabupaten/kota. Hal yang sama juga diharapkan dilakukan di tingkat propinsi. “Kami yang di pusat, akan juga melakukan perlombaan seperti itu dan hadiahnya bisa diberikan pada saat peringatan 17 Agustus di istana negara,” tutur Ato Suprapto. Som


Tinggalkan Balasan ke Ahmad Soim Batalkan balasan

Kategori